Sunday 24 February 2013

EFISIENSI VS KEADILAN (TRADE OFF)


PADAT MODAL (EFISIENSI) VS PADAT KARYA (EQUITY=KEADILAN)

Dalam berdirinya suatu entitas tentu tidak luput dari modal dan SDM (Sumber Daya Manusia) karena kedua elemen tersebut lah yang menjadi pondasi suatu entitas dapat tercipta. Modal yang identik dengan efisiensi dan SDM yang identik dengan equity (keadilan). Seiring berjalannya waktu, suatu entitas dari masa ke masa tentunya berkeinginan untuk memajukan usahanya menjadi lebih baik lagi dengan berbagai cara. Bisa dengan menambah kualitas maupun kuantitas dari SDM, namun bisa juga dengan peningkatan teknologi yang didapat tentunya dengan peningkatan modal. Kedua cara tersebut tentunya bertentangan.

Kita ambil contoh pabrik roti. Apabila perusahaan ingen meningkatkan efisiensi maka perusahaan akan menambah modal. Dengan ditambahnya modal maka perusahaan akan mempunyai kemampuan untuk membeli mesin baru untuk menggantikan perkerjaan-pekerjaan yang yang tadinya di handle oleh SDM yang ada disana. Dengan digantinya SDM tersebut lah maka perusahaan akan lebih efisien karena apabila SDM tersebut tetap bekerja, maka tidak akan efisien dan muncul pemborosan.

Berbeda apabila perusahaan bertujuan untuk meningkatkan keadilan, maka perusahaan akan cenderung menambah SDM dibandingkan modal. Dengan demikian maka keadilan tercapai karena SDM tidak berkurang, justru akan ditambah. Namun cara ini jarang digunakan oleh perusahaan yang tujuannya memang adalah untuk mendapatkan laba sebanyak-banyaknya.

Jadi bagaimanakah solusinya agar kedua elemen tersebut dapat bersinergi? Manakah yang lebih baik? Sebelum kita bahas lebih lanjut, akan dijelaskan apa itu efisiensi dan apa itu equity (keadilan).

EFISIENSI

Efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima. Sebagai contoh untuk menyelesaikan sebuah tugas, cara A membutuhkan waktu 30 menit sedang cara B membutuhkan waktu 1 jam, maka cara A lebih efisien dari cara B. Dengan kata lain tugas tersebut dapat selesai menggunakan cara dengan benar atau efisiensi.

EQUITY (KEADILAN)

Pinsip dari teori ini adalah orang dapat merasa puas atau tidak puas tergantung apakah dia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi.

Ada empat elemen penting dalam teori ini, yaitu:
1) Orang (person) yaitu individu yang merasa diperlukan secara adil dan tak adil.
2) Perbandingan dengan orang lain (comparation others) yaitusetiap kelompok atau orang yang digunakan oleh orang (person) sebagai perbandiangan ratio dari masukan danperolehan.
3) Masukan (Input) yaitu karakteristik individu yang dibawa sertaoleh orang (person) ke pekerjaan yang dapat dicari. Misalnya, keterampilan, pengalaman belajar.
4) Perolehan (Outcomes) yaitu apakah yang diterima oleh orang (person) dari pekerjaan, seperti tunjangan, penghargaan, dan upah.

PEMBAHASAN

Dari penjelasan tentang efisiensi dan keadilan diatas kita dapat melihat bahwa efisiensi fokus pada mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuannya sedangkan keadilan fokus pada apakah SDM itu merasakan suatu kepuasan yang mencukupi. Keduanya tentu bertentangan karena itu dikenal lah istilah trade off. Trade off terjadi karena memang sifat dasar dari efisiensi dan keadilan bertolak belakang dan apabila salah satunya ingin ditingkatkan maka yang lain harus dikorbankan.

Dapat disimpulkan bahwa perusahaan dibuat adalah untuk meningkatkan/mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, apabila ingin tercapai tentunya perusahaan harus seefisien mungkin yang artinya SDM akan dikorbankan. Disinilah peran pemerintah dibutuhkan, dimana pemerintah dapat membuat perusahaan yang berorientasi pada keadilan yaitu dengan mendirikan perusahaan yang padat karya sehingga pengangguran menurun dan keadilan tercapai. Peran pemerintah juga dibutuhkan dalam penerapan pajak, misal pajak lump sum yang memacu efisiensi dan hasilnya dapat didistribusikan pada masyarakat agar keadilan juga terpenuhi.

end

Monday 18 February 2013

JENIS-JENIS AUDIT SEKTOR PUBLIK


Dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang SPKN, terdapat tiga jenis audit keuangan negara, yaitu audit keuangan, audit kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu,

A. AUDIT KEUANGAN

Audit keuangan adalah audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance), apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

B. AUDIT KINERJA (PERFORMANCE AUDIT)

Audit kinerja dapat dilaksanakan oleh external auditor maupun internal auditor. Sesuai amanat UU No. 15 Tahun 2004 dan PP No. 60 Tahun 2008. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara memberikan mandat dan kewenangan kepada BPK – sebagai lembaga pemeriksa eksternal – untuk melaksanakan audit kinerja. Di sisi lain, PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah juga memberikan kewenangan pada Aparat Pengawas Intern Pemerintah untuk melaksanakan audit kinerja, sebagai suatu bentuk pengawasan. Dengan demikian, auditor eksternal dan auditor internal perlu berkoordinasi dalam melaksanakan audit kinerja. Jangan sampai terjadi overlapping. Keduanya harus menjaga hubungan dan komunikasi yang harmonis agar tercipta konfigurasi audit kinerja yang baik.

Audit kinerja. Audit kinerja saat ini merupakan genderang perang bagi Kementerian dan lembaga setelah keluan Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Kementerian dan Lembaga Pemerintah sangat komitmennya untuk meningkatkan praktik dan kapasitasnya di bidang audit kinerja. Bagaimana perkembangan audit sektor publik? Apa manfaat yang bisa diperoleh? Bagaimana Pendekatan digunakan?

Setelah pemerintah mengeluarkan UU KIP No 14 Tahun 2008 serta memuat dalam lembaran negara Republik Indonesia. Masyarakat berkeingan mengetahui sejauman uang negara yang berasl dari sektor pajak yang dibayar warga negara Republik Indonesia yang taat pajak apakah dikelola dengan baik Dalam arti, apakah uang negara digunakan untuk memperoleh sumber daya dengan hemat (spend less), digunakan secara efisien (spend well), serta dapat memberikan hasil optimal yang membawa manfaat bagi masyarakat (spend wisely).

"Audit kinerja merupakan metamorfosis dari audit intern (internal audit) yang kemudian berkembang menjadi audit operasional (operational audit) dan selanjutnya menjadi audit manajemen (management audit). Audit manajemen berfokus pada penilaian aspek ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program (program audit) yang bertujuan untuk menilai efektivitas. Koalisi antara audit manajemen dan audit program inilah yang disebut sebagai audit kinerja (performance audit)."

Audit kinerja merupakan salah satu jenis audit yang dilakukan sebagai pengembangan diri audit keuangan. Audit kinerja untuk menilai tingkat keberhasilan kinerja suatu Kementerian/Lembaga Pemerintah, untuk memastikan sesuai atau tidaknya sasaran yang kegiatan yang menggunakan anggaran. Oleh karena audit kinerja (performence audit merupakan perluasan dari audit keuangan yang meliputi : ekonomi, efisien dan efektifitas, maka auditor yang akan melaksanakan kegiatan harus memperoleh informasi tentan organisasi, meliputi struktur organisasi, prosedur kerja dan sistem informasi dan pelaporan keuangan dan kegiatan kepada manajemen.

Berikut adalah jenis - jenis audit kinerja.

1. Audit Program (Audit Efektivitas)
Audit program mencakup penentuan atas :

  1. Tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau badan lain yang berwenang.
  2. Efektivitas kegiatan entitas, pelaksanaan program, kegiatan, atau fungsi instansi yang bersangkutan
  3. Tingkat kepatuhan entitas yang diaudit terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program/kegiatannya.

Contoh pelaksanaan audit program antara lain :

  1. Menilai tujuan program, baik yang baru maupun yang sudah berjalan, untuk menentukan apakah tujuan tersebut sudah memadai dan tepat/relevan
  2. Menentukan tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan.
  3. Menilai efektivitas program dan/atau unsur program secara sendiri - sendiri
  4. Mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan memuaskan
  5. Menentukan apakah manajemen telah mempertimbangkan alternatif - alternatif lain untuk melaksanakan program tersebut yang mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik dengan biaya rendah.

2. Audit Ekonomi dan Efisiensi (Management and Operational Audit)

Audit ekonomi dan efisiensi berfungsi untuk:

  1. Apakah entitas telah memperoleh, melindungi, dan menggunakan sumber dayanya (seperti karyawan, gedung, ruang, dan peralatan kantor) secara hemat dan efisien.
  2. Apa yang menjadi penyebab timbulnya pemborosan dan efisiensi.
  3. Apakah entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penghematan dan efisiensi.
Audit ekonomi dan efisiensi dapat mempertimbangkan apakah entitas yang diaudit telah:

  1. Mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat.
  2. Melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu, dan jumlah) sesuai dengan kebutuhan dan dengan biaya yang wajar
  3. Melindungi dan memelihara semua sumber daya negara yang ada secara memadai.
  4. Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan atau yang kurang jelas tujuannya.
  5. Menghindari adanya pengangguran atau jumlah pegawai yang berlebihan.

Audit Operasional
Audit operasional merupakan penelahaan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang obyektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu.


Tujuan audit operasional adalah untuk :
  1. Menilai kinerja, kinerja dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan, standar-standar, dan sasaran-sasaran yang ditetapkan oleh manajemen
  2. Mengidentifikasikan peluang dan
  3. Memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. Pihak-pihak yang mungkin meminta dilakukannya audit operasional adalah manajemen dan pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.

Audit Manajemen

Pengertian manajemen audit tersirat dalam definisi kalangan akademisi. Berikut beberapa definisi menurut Holmes dan Overmyer (1975) :
“The management audit means the examination and evaluation of all information gathering functions and all phases of management functions and activities, in order to ascertain if operating are conducted in a effective and efficient manner.”
Terjemahannya:
Manajemen audit mencakup penelitian dan evaluasi atas semua fungsi dari Manajemen, untuk memastikan bahwa pelaksanaan operasi perusahaan telah dijalankan dengan cara yang efektif dan efisien.

Sedangkan American Institute of Certified Public Accountant /AICPA :
“Management audit is a systematic review of an organization’s activities or of a stipulated segment of them, in relation to specified objectives for the purpose of :• assesing performance• identifying opportunities for improvement• developing recommendations for improvement or further action”
Terjamahannya:
"Pemeriksaan manajemen adalah suatu penelaahan yang sistematis terhadap aktivitas suatu organisasi, atau suatu segmen tertentu daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu, dengan maksud untuk :
• Menilai kegiatan
• Mengidentifikasikan berbagai kesempatan untuk perbaikan
• Mengembangkan rekomendasi bagi perbaikan atau tindakan lebih lanjut."

Dari definisi yang dikumpulkan maka diperoleh beberapa karakteristik pemeriksaan manajemen yaitu:
  1. Memberikan informasi tentang efektifitas , efisiensi dan ekonomisasi operasional perusahaan kepada manajemen.
  2. Penilaian efektivitas, efisiensi dan ekonomisasi didasarkan pada standar-standar tertentu.
  3. Audit diarahkan kepada operasional sebagian atau seluruh struktur organisasi.
  4. Audit ini dapat dilakukan oleh akuntan maupun bukan akuntan.
  5. Hasil audit manajemen berupa rekomendasi perbaikan kepada manajemen.

Kebutuhan Akan Audit Manajemen
Pihak perusahaan harus menyadari signal yang mengindikasikan kebutuhan untuk melaksanakan audit manajemen. Berikut beberapa signal tersebut:
  1. Penurunan laba perusahaan secara kontinu dan signifikan. Audit manajemen berusaha mencari penyebab dan pemecahannya misalnya cost yang terlalu tinggi atau harga yang harus ditingkatkan.
  2. Turnover Sumber Daya Manusia (SDM) yang tinggi. Hal ini mengindikasikan inefisiensi dalam pengelolaan SDM, mungkin dalam hal kompensasi atau situasi kerja.
  3. Rasa kebutuhan yang tinggi dan mendesak dari manajemen untuk memperoleh keyakinan terhadap efektivitas, efisiensi dan ekonomisasi pengelolaan perusahaan termasuk akurasi laporan yang diterima.
  4. Performansi atau kinerja sebagian atau seluruh departemen di bawah standar. Standar yang dimaksud bisa berupa peraturan perusahaan, standar perusahaan, standar dan praktek industri (ISO 9000),prinsip organisasi dan manajemen, serta prinsip praktik yang sehat.
  5. Acquicition Audit yaitu saat akan mengakui sisiperusahaan lain.
  6. Masalah operasional khusus lainnya yang sulit dipecahkan oleh manajemen.


C. AUDIT DENGAN TUJUAN TERTENTU
Audit (pemeriksaan) dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja/audit operasional. Sesuai dengan definisinya, jenis audit ini dapat berupa semua jenis audit selain audit keuangan dan audit operasional. Dengan demikian dalam jenis audit tersebut termasuk diantaranya audit ketaatan dan audit investigatif

Audit Keaatan
Audit ketaatan adalah audit yang dilakukan untuk menilai kesesuaian antara kondisi/pelaksanaan kegiatan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kriteria yang digunakan dalam audit ketaatan adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi auditi. Perundangundangan di sini diartikan dalam arti luas, termasuk ketentuan yang dibuat oleh yang lebih tinggi dan dari luar auditi asal berlaku bagi auditi dengan berbagai bentuk atau medianya, tertulis maupun tidak tertulis.

Audit Investigatif
Audit investigatif adalah audit yang dilakukan untuk membuktikan apakah suatu indikasi penyimpangan/kecurangan apakah memang benar terjadi atau tidak terjadi. Jadi fokus audit investigatif adalah membuktikan apakah benar kecurangan telah terjadi. Dalam hal dugaan kecurangan terbukti, audit investigatif harus dapat mengidentifikasi pihak yang harus bertanggung jawab atas penyimpangan/kecurangan tersebut

Sedangkan menurut pihak yang mengaudit, audit dibagi menjadi 2:

Audit Internal
Audit intern adalah audit yang dilakukan oleh pihak dari dalam organisasi auditi. Pengertian organisasi auditi dalam hal ini harus dilihat dengan sudut pandang yang tepat. Organisasi auditi misalnya adalah pemerintah daerah, kementerian negara, lembaga negara, perusahaan, atau bahkan pemerintah pusat. Sebagai contoh, untuk pemerintah daerah, maka audit intern adalah audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern daerah yang bersangkutan (Bawasda). Sedangkan pada organisasi kementerian negara audit intern dilakukan oleh inspektorat jenderal departemen dan dalam organisasi pemerintah pusat audit intern dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit intern dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan dalam manajemen. Jadi pelaksanaan audit intern lebih diarahkan pada upaya membantu bupati/walikota/gubernur/menteri/presiden meyakinkan pencapaian tujuan organisasi.

Audit Eksternal
Audit ekstern adalah audit yang dilakukan oleh pihak di luar organisasi auditi. Dalam pemerintahan Republik Indonesia, peran audit ekstern dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menjalankan audit atas pengelolaan keuangan negara (termasuk keuangan daerah) oleh seluruh organ pemerintahan untuk dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun demikian, dengan merujuk pembahasan di atas, maka untuk menentukan apakah suatu audit merupakan audit ekstern atau intern harus merujuk pada lingkup organisasinya. Sebagai contoh, audit yang dilakukan oleh BPKP terhadap departmen/lembaga merupakan audit ekstern bagi departemen/lembaga yang bersangkutan, namun merupakan audit intern dilihat dari sisi pemerintah RI.

links:

BERDIRINYA BPK


Dalam Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.

Sumber:

APIP (APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH)



Aparat Pengawas Internal Pemerintah adalah unit organisasi di lingkungan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian Negara, Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya. Didalamnya termasuk juga ITJEN yang mengawasi unit – unit di lingkungan kementrian keuangan di Indonesia, serta DAN, DJPKN, BPKP.

Kita mulai dari sejarah terbentuk dan munculnya ITJEN

ITJEN (INSPEKTORAT JENDRAL)

Awal berdirinya Orde Baru pada tahun 1966, berdasar pada Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 15/U/Kep/8/1966 tanggal 31 Agustus 1966 ditetapkan antara lain kedudukan, tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen. Pembentukan Institusi Inspektorat Jenderal pada suatu Departemen pada saat itu dilakukan sesuai kebutuhan. Dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 38/U/Kep/9/1966 tanggal 21 September 1966 dibentuk Inspektorat Jenderal pada delapan departemen termasuk Departemen Keuangan dan sekaligus mengangkat H.A.Pandelaki sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.
Masih dalam Kabinet Ampera, dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/Men.Keu/1967 tanggal 20 Juli 1967 ditetapkan (sambil menunggu pengesahan dari Presidium Kabinet Ampera), pembentukan Badan Alat Pelaksana Utama Pengawasan Departemen Keuangan yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan mengangkat Drs. Gandhi sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.

Memasuki masa Kabinet Pembangunan dengan Rencana Pembangunan Lima Tahunnya (Repelita), upaya penyempurnaan aparatur pemerintah baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah terus dilanjutkan. Pada awal pelaksanaan Repelita II tepatnya tanggal 26 Agustus 1974, terbit Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 1974 tentang susunan Organisasi Departemen. Sebagai pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 44 dan 45 tahun 1974 di atas, diterbitkanlah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 405/KMK/6/1975 tanggal 16 April 1975 tentang Susunan Orgasnisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, di mana dalam Pasal 189 Keputusan Menteri Keuangan tersebut menetapkan susunan Organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan. Kemudian di masa-masa berikutnya, susunana organisasi Inspektorat Jenderal senantiasa mengalami perkembangan dan penyempurnaan.

Terakhir berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 184/KMK.01/2010 maka susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan semakin dikukuhkan menjadi sebagai berikut:
1.       Sekretariat Inspektorat Jenderal
2.       Inspektorat I
3.       Inspektorat II
4.       Inspektorat III
5.       Inspektorat IV
6.       Inspektorat V
7.       Inspektorat VI
8.       Inspektorat VII
9.       Inspektorat Bidang Investigasi

DAN, DJPKN, BPKP

Dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961 tentang Instruksi bagi Kepala Djawatan Akuntan Negara (DAN), kedudukan DAN dilepas dari Thesauri Jenderal dan ditingkatkan kedudukannya langsung di bawah Menteri Keuangan. DAN merupakan alat pemerintah yang bertugas melakukan semua pekerjaan akuntan bagi pemerintah atas semua departemen, jawatan, dan instansi di bawah kekuasaannya. Sementara itu fungsi pengawasan anggaran dilaksanakan oleh Thesauri Jenderal. Selanjutnya dengan Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 dibentuklah Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) pada Departemen Keuangan. Tugas DDPKN (dikenal kemudian sebagai DJPKN) meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal.

DJPKN mempunyai tugas melaksanakan pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran negara, anggaran daerah, dan badan usaha milik negara/daerah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971 ini, khusus pada Departemen Keuangan, tugas Inspektorat Jendral dalam bidang pengawasan keuangan negara dilakukan oleh DJPKN.

Dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKP adalah diperlukannya badan atau lembaga pengawasan yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah telah meletakkan struktur organisasi BPKP sesuai dengan proporsinya dalam konstelasi lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. BPKP dengan kedudukannya yang terlepas dari semua departemen atau lembaga sudah barang tentu dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.

end
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx


Namun disadari bahwa BPKP yang dibentuk dari DJPKN itu adalah dibawah kekuasaan Presiden dan ITJEN masih dibawah K/L (Kementrian Negara dan Lembaga) yang membuatnya kurang independen sehingga terbentuklah lagi badan pemeriksa yang independen yaitu BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang memang bertujuan untuk memeriksa kinerja dari suatu entitas.

Lebih lanjut mengenai BPK

links :
www.bpk.go.id
www.bpkp.go.id
www.gao.gov
www.stan.ac.id
www.depkeu.go.id

SEJARAH AUDIT KINERJA SECARA UMUM DAN STRUKTURAL


Dalam situs resmi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), tercantum pengertian audit kinerja secara umum yaitu:

Pengertian Audit Kinerja adalah suatu proses sistematis dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif atas kinerja suatu organisasi, program, fungsi atau kegiatan. Evaluasi dilakukan berdasarkan aspek ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam mencapai hasil yang diinginkan, serta kepatuhan terhadap peraturan, hukum, dan kebijakan terkait.

Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keterkaitan antara kinerja dan kriteria yang ditetapkan serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Fungsi audit kinerja adalah memberikan review independen dari pihak ketiga atas kinerja manajemen dan menilai apakah kinerja organisasi dapat memenuhi harapan.

(Audit Kinerja Pada Sektor Publik, 2008 : 41)

Namun bagaimanakah sebenarnya sejarah dari audit kinerja sektor publik (pemerintah)?

SEJARAH AUDIT KINERJA SECARA UMUM

Audit kinerja lahir sebagai bentuk ketidakpuasan masyarakat (yang direpresentasikan oleh legislatif) atas hasil audit keuangan, yang hanya menilai kewajaran laporan keuangan. Masyarakat ingin mengetahui apakah uang negara – yang berasal dari pajak yang mereka bayarkan – dikelola dengan baik. Dalam arti, apakah uang negara digunakan untuk memperoleh sumber daya dengan hemat (spend less), digunakan secara efisien (spend well), serta dapat memberikan hasil optimal yang membawa manfaat bagi masyarakat (spend wisely).
Umumnya audit kinerja dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu perspektif internal dan eksternal. Dalam perspektif internal, audit kinerja merupakan perkembangan lebih lanjut dari audit intern (internal audit) lalau berubah/berkembang lagi menjadi audit operasional (operational audit) dan selanjutnya menjadi audit manajemen (management audit). Audit manajemen ini berfokus pada penilaian aspek ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program (program audit) yang bertujuan untuk menilai efektivitas. Kombinasi antara audit manajemen dan audit program inilah yang disebut sebagai audit kinerja (performance audit).
Dari perspektif eksternal, audit kinerja merupakan manifestasi dari principal-agent thoery. Masyarakat sebagai principal memercayakan dananya untuk dikelola oleh pemerintah sebagai agent, dengan sebaik-baiknya. Untuk itu, pemerintah harus menunjukkan akuntabilitasnya kepada masyarakat. Akuntablitas kinerja pemerintah ini harus dinilai oleh pihak yang independen, yaitu auditor eksternal. Di sisi lain, audit kinerja juga didaulat sebagai pengganti mekanisme pasar.

Dari kedua perspektif diatas lah disadari bahwa audit kinerja dapat mendukung tata kelola yang demokratis yaitu dengan:
·         Memperkuat kemampuan warganegara untuk mengatur dirinya sendiri;
·         Meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah; dan
·         Mendorong kejujuran dalam pemerintahan

Dilihat dari kedua perspektif tdi atas maka audit kinerja dapat dilaksanakan oleh external auditor maupuninternal auditor. Aspek historis dan substantif sepertinya dapat mengamini amanat UU No. 15 Tahun 2004 dan PP No. 60 Tahun 2008. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara memberikan mandat dan kewenangan kepada BPK – sebagai lembaga pemeriksa eksternal – untuk melaksanakan audit kinerja. Di sisi lain, PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah juga memberikan kewenangan pada Aparat Pengawas Intern Pemerintah untuk melaksanakan audit kinerja, sebagai suatu bentuk pengawasan. Dengan demikian, auditor eksternal dan auditor internal perlu berkoordinasi dalam melaksanakan audit kinerja. Jangan sampai terjadi overlapping. Keduanya harus menjaga hubungan dan komunikasi yang harmonis agar tercipta konfigurasi audit kinerja yang baik.

SEJARAH AUDIT KINERJA SECARA STRUKTURAL

Kita mulai dari IIA dan GAO yang merupakan dasar dari terbentuknya APIP yang selanjutnya melahirkan audit kinerja di Indonesia
IIA (Institute of Internal Auditors) adalah sebuah asosiasi internasional profesional, berdiri sejak 1941 dengan kantor pusat global di Altamonte Springs, Florida, Amerika Serikat. IIA adalah suara global profesi audit internal, otoritas yang diakui, kepala advokat, dan pendidik utama. Umumnya, para anggota bekerja di audit internal, manajemen risiko, tata kelola, pengendalian internal, audit teknologi informasi, pendidikan, dan keamanan. Misi dari IIA ini adalah untuk memberikan pendidikan/pengetahuan gratis mengenai bagaimana menjadi auditor yang baik dan professional yaitu mencakup kualitas, ketelitian menjadi auditor, dan informasi – informasi yang up to date tentang auditing.
Dengan adanya ilmu dari IIA inilah Indonesia dapat melakukan dan menciptakan operasional auditing yang diawasi oleh APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah)

GAO (Government Accountability Office) adalah kantor akuntansi di Amerika yang bersifat independen dengan tujuan/misi untuk mendukung Kongres dalam memenuhi tanggung jawab konstitusionalnya dan untuk membantu meningkatkan kinerja dan menjamin akuntabilitas pemerintah federal untuk kepentingan rakyat Amerika. Kami menyediakan Kongres dengan informasi yang tepat waktu yang obyektif, berdasarkan fakta, nonpartisan, nonideological, adil, dan seimbang.
Seperti kita ketahui bersama dasar akuntansi di Indonesia adalah Amerika, maka dari GAO ini lah suatu kinerja menjadi sesuatu yang penting untuk di evaluasi/audit lalu di Indonesia diterapkanlah aundit kinerja yang diawasi oleh APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) dan terciptalah BPK sebagai badan independen. Bisa dibilang BPK adalah GAO-nya Indonesia.

end
links :
www.bpk.go.id
www.bpkp.go.id
www.gao.gov
www.theiia.org
www.stan.ac.id
www.depkeu.go.id